Saturday, March 5, 2016

Donasikan untuk pendidikan anak bangsa yang lebih baik

hai sahabat PBI satu, siang ini admin ingin sedikit post setelah sekian lama tidak post, kali ini admin ingin post tentang sekolah dimana admin mengabdikan diri sekarang.
sekolah tempat admin mengabdi sekarang lagi membutuhkan uluran tangan para dermawan yang ingin berinvestasi buat akhiratnya.
oke langsung saja, ini admin ceritakan sedikit tentang madrasah tempat admin mengabdi. cekidot..!!!

MADRASAH ALIYAH SWASTA MIFTAHUL HUDA
YAYASAN MIFTAHUL HUDA TASIK SERAI
   
Madrasah Aliyah Swasta Miftahul Huda yang bernaung dibawah Yayasan Miftahul Huda Tasik Serai adalah merupakan satu-satunya Madrasah atau Sekolah yang berlatar belakang Islam di Desa Tasik Serai, Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau, diresmikan mulai tahun 2007 dan telah menammatkan banyak siswa dan siswi, berdiri diatas tanah hibah dari salah seorang penduduk desa tersebut dan sekaigus sebagai pengurus Yayasan tersebut Yayasan ini hanya mengandalkan donasi dari seluruh warga yang di kutip tiap bulannya seikhlas hati dari hasil kebun warga, karena Yayasan ini juga didirikan atas keinginan warga dan diolah bersama-sama seluruh warga tanpa ada kepemilikan pihak tertentu, Yayasan ini murni milik warga dan untuk warga juga. Yayasan ini tidak memiliki donatur tetap oleh sebab itu wajar saja kalau bangunan fisik Madrasah tersebut sangat memperihatinkan, lantas bagaimana dengan nasib honor para tenaga Pendidik di Madrasah ini? Karena madrasah ini tidak memiliki donatur tetap dan para peserta didik juga tidak dikenakan biaya Uang sekolah setiap bulannya maka honor para tenaga pendidik pun hanya mengandalkan dana hibah dari pemerintah daerah yang sering disebut juga dengan Honor Daerah.

Mungkin hanya sesingkat itu yang bisa saya paparkan mengenai latarbelakang Madrasah tersebut, dengan keinginan dari hati yang paling dalam untuk membantu terciptanya kualitas pendidikan yang baik maka saya mengambil inisiatif untuk mengumpulkan donasi bagi para hartawan ataupun dermawan dan donatur yang ingin berinvestasi untuk bekal akhirat kelak.
Fasilitas yang sangat kami butuhkan saat ini ialah MCK, walaupun memang secara bangunan fisik juga memang sangat butuh untuk direnovasi, tapi kami masih bisa memadakannya untuk pembelajaran. dan yg paling kami butuhkan ialah MCK/Toilet, kerna Madrasah kami sama sekali tidak memiliki MCK, sehingga jika ada Guru ataupun Murid yang hendak BAK dan BAB kami harus pergi ke Mesjid yang berada sekitar -/+500 M dari Madrasah kami.
Jika ada Hartawan dan Dermawan ataupun donatur lainnya yang ingin berdonasi silahkan donasikan ke rekening Yayasan Miftahul Huda Tasik Serai di nomor rekening Bank Syariah Mandiri : 7 11 44 11 44 7 atas nama Yayasan Miftahul Huda Tasik Serai.
Kami sangat mengharapkan sumbangan dari para donatur sekalian berapa pun itu, jikalau ada yang sudah ataupun ingin mendonasikan harap konfirmasikan ke pihak kami agar kami dapat mengetahui siapa saja yang berdonasi dan berapa jumlahnya, supaya kami bisa memberikan laporannya terhadap publik agar tidak ada kecurigaan dan untuk transparansi donasi.
Contact person             : Hairul Siregar* : 0822 7670 5511
                                    : @rul_regar (via twitter)
                                    : 2A8C5A39 (via BBM)
*Tata Usaha sekaligus Operator Sekolah
Berikut saya tampilkan kondisi bangunan Madrasah kami:
Bangunan tampak dari depan



kondisi ruang kelas sepuluh

kondisi ruangan kelas

kondisi ruangan kelas sebelas

kondisi ruangan kelas sepuluh

tampak dari depan sekolah
bangunan tampak dari sudut kiri belakang sekolah
bangunan tampak dari belakang sekolah
belakang sekolah

tampak dari sudut kanan sekolah

ruangan majelis guru

kantor majelis guru

Sunday, November 10, 2013

makalah psikologi pendidikan - faktor yang mempengaruhi belajar


BAB I
PENDAHULUAN
Menurut C.T. Morgan dalam buku Introduction To Psychology, Belajar adalah suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku sebagai akibat/hasil dari pengalaman yang lalu. Ringkasnya ia mengatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman siswa mengalami suatu proses belajar.[1]
Menurut Syai’ful Bahri Djamarah dalam bukunya “Psikologi Belajar” pengertian belajar adalah serangkai kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotorik.[2]
Secara umum faktor-faktor yag mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar. Tugas utama seorang Guru adalah membelajarkan siswa. Ini berarti bahwa bila Guru bertindak mengajar, maka diharapkan siswa untuk mampu belajar. Hal-hal seperti berikut, diantaranya Guru telah mengajar dengan baik, ada siswa yang belajar dengan giat, siswa yang berpura-pura belajar, siswa yang belajar dengan setengah hati, bahkan adapula siswa yang sesungguhnya tidak belajar. Maka dari itu, sebagai Guru yang professional harus berusaha mendorong siswa agar belajar dengan baik.
Ada beberapa aspek yang menentukan keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar, menurut Lukmanul Hakim “Tiga aspek yang mempengaruhi keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar yaitu: kepribadian, pandangan terhadap anak didik dan latar belakang guru”.[3]
Terdapat bermacam-macam hal yang menyebabkan siswa tidak belajar seperti siswa yang enggan belajar karena latar belakang keluarga, lingkungan, maupun situasi dan kondisi di kelas. Ada siswa yang sukar memusatkan perhatian ketika Guru mengajarkan topic tertentu adapula siswa yang giat belajar karena dia bercita-cita menjadi seorang ahli.
BAB II
ISI
Prestasi belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Pengenalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka membantu murid dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.
A.    Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi factor fisiologis dan faktor psikologis.
  1. Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam.
  • Pertama, keadaan jasmani. Keadaan jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.
  • Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama panca indera. Panca indera yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula.
  1. Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat.

A.    Kecerdasan/intelegensi siswa
Tingkat kecerdasan siswa sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini berarti, semakin tinggi kemampuan intelijensi siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses, sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelijensi siswa maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh kesuksesan.
Setiap calon guru dan guru profesional sepantasnya menyadari bahwa keluarbiasaan intelijensi siswa , baik yang positif seperti superior maupun yang negatif seperti borderline, lajimnya menimbulkan kesuksesan belajar siswa yang bersangkutan. Disatu sisi siswa yang sangat cerdas akan merasa tidak mendapat perhatian yang memadai dari sekolah karena pelajaran yang disajikan terlampau mudah baginya. Akibatny dia enjadi bosan dan frustasi karena tuntutan kebutuhan keinginanya merasa dibendung secara tidak adil. Disisi lain, siswa yang bodoh akan merasa payah mengikuti sajian pelajaran karena terlalu sukar baginya. Karenanya siswa itu sangat tertekan, dan akhirnya merasa bosan dan frustasi seperti yang dialami rekannya yang luar biasa positif.[4]
Para ahli membagi tingkatan IQ bermacam-macam, salah satunya adalah penggolongan tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Biner yang telah direvisi oleh Terman dan Merill sebagai berikut:
  1. Kelompok kecerdasan amat superior (very superior) merentang antara IQ 140–169
  2. Kelompok kecerdasan superior merentang antara IQ 120 – 139
  3. Kelompok rata-rata tinggi (high average) merentang antara IQ 110 – 119
  4. Kelompok rata-rata (average) merentang antara IQ 90 – 109
  5. Kelompok rata-rata rendah (low average) merentang antara IQ 80 – 89
  6. Kelompok batas lemah mental (borderline defective) berada pada IQ 70 – 79
  7. Kelompok kecerdasan lemah mental (mentally defective) berada pada IQ 20 - 69, yang termasuk dalam kecerdasan tingkat ini antara lain debil, imbisil, dan idiot.


B.     Motivasi
Motivasi adalah kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalal diri seseorang yang mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suat tujuan (kebutuhan).[5]
Sedangkan motivasi dalam belajar menurut Clayton Aldelfer adalah kecenderungan siswa dalam melakukan kegiatan belajar yang didorong oleh hasrat untuk mencapai prestasi hasil belajar sebaik mungkin.[6]
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca karena membaca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangannyatetapi sudah mejadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar(ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen, dalam Hayinah (1992)yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar anatara lain adalah:
  1. Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas
  2. Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju
  3.  Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, dan teman-teman.
  4. Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna baginya.
Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberikan pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungansecara positif akan mempengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.


C.     Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni : (1) Menerima kesan, (II) Menyimpan kesan, dan (III) Memproduksi kesan
Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan. Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya. Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan alat peraga kesannya akan lebih dalam pada siwa. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi siswa, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada G (gudeg), D (dan), A (ayam), B (bebek) dan sebagainya..
D.    Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya sementara dan belum tentu diikuti dengan rasa senang, sedangkan minat selalu diikuti dengan rasa senang dan dari situlah diperoleh kepuasan.[7]
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.
Untuk membangkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Antara lain:
  1. Dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa mengeksplore apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar.
  2. Pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
E.     Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relatif tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif .[8]
Sikap juga merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu yang membawa diri sesuia dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Siswa memperoleh kesempatan belajar. Meskipun demikian, siswa dapat menerima, menolak, atau mengabaikan kesempatan belajar tersebut.
F.      Bakat
Faktor psikologis lain yang mempengaruhi proses belajar adalah bakat. Bakat atau aptitude merupakan kecakapan potensial yang bersifat khusus, yaitu khusus dalam suatu bidang atau kemampuan tertentu.[9]
Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil. Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasi yang berhubungan dengan bakat yang mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri. Karena belajar juga dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memperhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh anaknya atau peserta didiknya, anatara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
  1. Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar-mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar serta selingan istirahat. Dalam pengajaran klasikal, menurut Rooijakker, kekuatan perhatian selama tiga puluh menit telah menurun. Ia menyarankan agar guru memberikan istirahat selingan beberapa menit.
  1. Rasa Percaya Diri
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian “perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan teman- temannya. Semakin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin besar pula memperoleh pengakuan dari umum dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat. Dan hal yang sebaliknya pun dapat terjadi. Kegagalan yang berulang kali dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Bila rasa tidak percaya diri sangat kuat, maka diduga siswa akan menjadi takut belajar. Rasa takut belajar tersebut terjalin secara komplementer dengan rasa takut gagal lagi. Maka, guru sebaiknya mendorong keberanian siswa secara terus-menerus, memberikan bermacam-macam penguat dan memberikan pengakuan dan kepercayaan bagi siswa.
  1. Kebiasaan Belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain:
  1. Belajar pada akhir semester
  2. Belajar tidak teratur
  3. Menyia - nyiakan kesempatan belajar
  4. Bersekolah hanya untuk bergengsi
  5. Dating terlambat bergaya seperti pemimpin
  6. Bergaya jantan seperti merokok, sok menggurui teman lain,
  7. Bergaya minta “belas kasihan” tanpa belajar.
Kebiasaa-kebiasaan buruk tersebut dapat ditemukan di sekolah yang ada di kota besar, kota kecil, pedesaan dan sekolah-sekolah lain. Untuk sebagian orang, kebiasaan belajar tersebut disebabkan oleh ketidak mengertian siswa pada arti belajar bagi diri sendiri. Hal seperti ini dapat diperbaiki dengan pembinaan disiplin membelajarkan diri.
  1. Cita-cita Siswa
      Pada umumnya, setiap anak memiliki suatu cita-cita dalam hidup. Cita-cita itu merupakan motivasi instrinsik. Tetapi, ada kalanya “gambaran yang jelas” tentang tokoh teladan bagi siswa belum ada. Akibatnya, siswa hanya berprilaku ikut-ikutan.
Cita-cita sebagai motivasi instrinsik perlu dididikan. Penanaman memiliki cita cita harus dimulai sejak sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan pemilikan dan pencapaian cita cita sudah semakin terarah. Cita-cita merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri siswa. Penanaman pemilikan dan pencapaian cita-cita sudah sebaiknya berpangkal dari kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang sederhana ke yang semakin sulit.
Dengan mengaitkan pemilikan cita-cita dengan kemampuan berprestasi, maka siswa diharapkan berani bereksplorasi sesuai dengan kemampuan dirinya sendiri.
B.     Faktor Eksternal
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, faktor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu factor lingkungan social dan faktor lingkungan nonsosial.


  1. Lingkungan sosial
Yang termasuk lingkungan sosial adalah pergaulan siswa dengan orang lain disekitarnya, sikap dan perilaku orang disekitar siswa dan sebagainya. Lingkungan sosial yang banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orangtua, peraktk pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegitan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
a.       Lingkungan sosial sekolah
seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.
b.      Lingkungan sosial masyarakat.
Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya.
c.       Lingkungan sosial keluarga.
Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
  1. Lingkungan non sosial
 Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah;
a.       Lingkungan alamiah adalah lingkungan tempat tinggal anak didik, hidup, dan berusaha didalamnya. Dalam hal ini keadaan suhu dan kelembaban udara sangat berpengaruh dalam belajar anak didik. Anak didik akan belajar lebih baik dalam keadaan udara yang segar. Dari kenyataan tersebut, orang cenderung akan lebih nyaman belajar ketika pagi hari, selain karena daya serap ketika itu tinggi. Begitu pula di lingkungan kelas. Suhu dan udara harus diperhatikan. Agar hasil belajar memuaskan. Karena belajar dalam keadaan suhu panas, tidak akan maksimal.[10]
b.      Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, bukupanduan, silabi dan lain sebagainya.
c.       Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Factor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikandengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa.













BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Faktor- faktor yang mempengaruhi proses belajar terdiri atas faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis. Sedangkan faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan factor lingkungan nonsosial.
            Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat.
Faktor-faktor eksternal yang meliputi lingkungan social diantaranya faktor sekolah, masyarakat, dan keluarga. Sedangkan faktor eksternal lingkungan non-sosial diantaranya lingkungan alamiah, instrumental, dan mata pelajaran.










REFERENSI
Djali, 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara
Drs. Syaiful Bahri Djamarah, 2002. Psikologi Belajar. Jakarta, CV Rineka Cipta.
Lukmanul Hakim, 2010. Perencanaan Pembelajaran, Bandung, CV Wacana Prima
Muhibbin syah, 2003. Psikologi belajar. Jakarta. PT. Raja Grafinda Persada
Nana Syaodih.S. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Nashar, 2004. Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal Dalam Kegiatan Pembelajaran.
Jakarta. Delia Press
Slameto, 2003. Belajar dan faktor - faktor yang mempengaruhinya.  Jakarta. Rineka Cipta



[2] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, 2002. Psikologi Belajar. Jakarta, CV Rineka Cipta. hal. 13
[3] Lukmanul Hakim, 2010. Perencanaan Pembelajaran, Bandung, CV Wacana Prima.hal. 91

[4] Muhibbin syah, 2003. Psikologi belajar. Jakarta. PT. Raja Grafinda Persada. Hal 147-148
[5] Djali, 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara. Halalaman 101
[6] Nashar,2004. iPeranan Motivasi dan Kemampua awal dalam Kegiatan Pembelajaran. Jakarta. Delia press. Hall 42
[7] Slameto, 2003. Belajar dan faktor - faktor yang mempengaruhinya.  Jakarta. PT  Rineka Cipta. Halalaman 57
[8] Muhibbin syah, 2003. Psikologi belajar. Jakarta. PT. Raja Grafinda Persada. Hal 151
[9] Nana Syaodih.S. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya. Hal 101
[10] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, 2002. Psikologi Belajar. Jakarta, CV Rineka Cipta. hal. 143-144

Monday, May 6, 2013

Pragmatics (Ambiguity)

The sentence "You have a green light" is ambiguous. Without knowing the context, the identity of the speaker, and his or her intent, it is difficult to infer the meaning with confidence. For example:
  • It could mean that you have green ambient lighting.
  • It could mean that you have a green light while driving your car.
  • It could mean that you can go ahead with the project.
  • It could mean that your body has a green glow.
  • It could mean that you possess a light bulb that is tinted green.
Similarly, the sentence "Sherlock saw the man with binoculars" could mean that Sherlock observed the man by using binoculars, or it could mean that Sherlock observed a man who was holding binoculars. The meaning of the sentence depends on an understanding of the context and the speaker's intent. As defined in linguistics, a sentence is an abstract entity — a string of words divorced from non-linguistic context — as opposed to an utterance, which is a concrete example of a speech act in a specific context. The closer conscious subjects stick to common words, idioms, phrasings, and topics, the more easily others can surmise their meaning; the further they stray from common expressions and topics, the wider the variations in interpretations. This suggests that sentences do not have meaning intrinsically; there is not a meaning associated with a sentence or word, they can only symbolically represent an idea. The cat sat on the mat is a sentence in English; if you say to your sister on Tuesday afternoon, "The cat sat on the mat," this is an example of an utterance. Thus, there is no such thing as a sentence, term, expression or word symbolically representing a single true meaning; it is underspecified (which cat sat on which mat?) and potentially ambiguous. The meaning of an utterance, on the other hand, is inferred based on linguistic knowledge and knowledge of the non-linguistic context of the utterance (which may or may not be sufficient to resolve ambiguity). In mathematics with Berry's paradox there arose a systematic ambiguity with the word "definable". The ambiguity with words shows that the descriptive power of any human language is limited.

Source : Wikipedia.org