HADITS MUTAWATTIR
Secara bahasa, mutawatir adalah isim fa’il dari at-tawatur
yang artinya berurutan.
Sedangkan
mutawatir menurut istilah adalah “apa yang diriwayatkan oleh sejumlah banyak
orang yang menurut kebiasaan mereka terhindar dari melakukan dusta mulai dari
awal hingga akhir sanad”. Atau : “hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang
banyak pada setiap tingkatan sanadnya menurut akal tidak mungkin para perawi
tersebut sepakat untuk berdusta dan memalsukan hadits, dan mereka bersandarkan
dalam meriwayatkan pada sesuatu yang dapat diketahui dengan indera seperti
pendengarannya dan semacamnya”.
Syarat-Syaratnya
Dari definisi di atas jelaslah bahwa hadits mutawatir tidak akan terwujud kecuali dengan empat syarat berikut ini :
Dari definisi di atas jelaslah bahwa hadits mutawatir tidak akan terwujud kecuali dengan empat syarat berikut ini :
- Diriwayatkan oleh jumlah yang banyak.
- Jumlah yang banyak ini berada pada semua tingkatan (thabaqat) sanad.
- Menurut kebiasaan tidak mungkin mereka bersekongkol / bersepakat untuk dusta.
- Sandaran hadits mereka dengan menggunakan indera seperti perkataan mereka : kami telah mendengar, atau kami telah melihat, atau kami telah menyentuh, atau yang seperti itu. Adapun jika sandaran mereka dengan menggunakan akal, maka tidak dapat dikatakan sebagai hadits mutawatir.
Apakah
untuk Mutawatir Disyaratkan Jumlah Tertentu ?
- Jumhur ulama berpendapat bahwasannya tidak disyaratkan jumlah tertentu dalam mutawatir. Yang pasti harus ada sejumlah bilangan yang dapat meyakinkan kebenaran nash dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.
- Diantara mereka ada yang mensyaratkan dengan jumlah tertentu dan tidak boleh kurang dari jumlah tersebut.
- Ada yang berpendapat : Jumlahnya empat orang berdasarkan pada kesaksian perbuatan zina.
- Ada pendapat lain : Jumlahnya lima orang berdasarkan pada masalah li’an.
- Ada yang berpendapat lain juga
yang mengatakan jumlahnya 12 orang seperti jumlah pemimpin dalam firman
Allah (yang artinya) : “Dan sesungguhnya Allah telah mengambil
perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka 12
orang pemimpin” (QS. Al-Maidah ayat 12).
Ada juga yang berpendapat selain itu berdasarkan kesaksian khusus pada hal-hal tertentu, namun tidak ada ada bukti yang menunjukkan adanya syarat dalam jumlah ini dalam kemutawatiran hadits.
Pembagian
Hadits Mutawatir
Hadits
mutawatir terbagi menjadi dua bagian, yaitu Mutawatir Lafdhy dan Mutawatir
Ma’nawi.
Mutawatir
Lafdhy adalah apabila lafadh dan maknannya
mutawatir. Misalnya hadits (yang artinya) : “Barangsiapa yang sengaja
berdusta atas namaku (Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam) maka dia akan
mendapatkan tempat duduknya dari api neraka”. Hadits ini telah diriwayatkan
lebih dari 70 orang shahabat, dan diantara mereka termasuk 10 orang yang
dijamin masuk surga.
Mutawatir
Ma’nawy adalah maknannya yang mutawatir
sedangkan lafadhnya tidak. Misalnya, hadits-hadits tentang mengangkat tangan
ketika berdoa. Hadits ini telah diriwayatkan dari Nabi sekitar 100 macam hadits
tentang mengangkat tangan ketika berdo’a. Dan setiap hadits tersebut
berbeda kasusnya dari hadits yang lain. Sedangkan setiap kasus belum mencapai
derajat mutawatir. Namun bisa menjadi mutawatir karena adanya beberapa jalan
dan persamaan antara hadits-hadits tersebut, yaitu tentang mengangkat tangan
ketika berdo’a.
Keberadaannya
Sebagian
di antara mereka mengira bahwa hadits mutawatir tidak ada wujudnya sama sekali.
Yang benar (insyaAllah), bahwa hadits mutawatir jumlahnya cukup banyak di
antara hadits-hadits yang ada. Akan tetapi bila dibandingkan dengan hadits
ahad, maka jumlahnya sangat sedikit.
Misalnya
: Hadits mengusap dua khuff, hadits mengangkat tangan dalam shalat,
hadits tentang telaga, dan hadits : “Allah merasa senang kepada seseorang
yang mendengar ucapanku…..” dan hadits “Al-Qur’an diturunkan dalam tujuh
huruf”, hadits “Barangsiapa yang membangun masjid karena Allah, maka
Allah akan membangun untuknya rumah di surga”, hadits “Setiap yang
memabukkan adalah haram”, hadits “Tentang melihat Allah di akhirat”,
dan hadits “tentang larangan menjadikan kuburan sebagai masjid”.
Mereka
yang mengatakan bahwa hadits mutawatir keberadaannya sedikit, seakan yang
dimaksud mereka adalah mutawatir lafdhy, sebaliknya…..mutawatir ma’nawy banyak
jumlahnya. Dengan demikian, maka perbedaan hanyalah bersifat lafdhy saja.
Hukum
Hadits Mutawatir
Hadits
mutawatir mengandung ilmu yang harus diyakini yang mengharuskan kepada manusia
untuk mempercayainya dengan sepenuh hati sehingga tidak perlu lagi mengkaji dan
menyelidiki. Seperti pengetahuan kita akan adanya Makkah Al-Mukarramah, Madinah
Al-Munawarah, Jakarta, New York, dan lainnya; tanpa membutuhkan penelitian dan
pengkajian. Maka hadits mutawatir adalah qath’I tidak perlu adanya penelitian
dan penyelidikan tentang keadaan para perawinya .
No comments:
Post a Comment