Tuesday, March 19, 2013

Peran dan Fungsi kepemimpinan Sekolah


MENARIK untuk dikaji tentang pola kepemimpinan sekolah. Dalam organisasi seperti sekolah, kepemimpnan merupakan salah satu unsur penting yang menentukan kelangsungan hidupnya. Dan keberhasilan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan terletak pada kemampuannya dalam mengembangkan visi, model serta gaya/pola kepemimpinannya.

Secara teoritik, bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Kepemimpinan itu merupakan aktivitas memotivasi agar kompetensi individu-individu dalam suatu kelompok dapat melahirkan kinerja yang tinggi untuk meraih produktifitas yang maksimal.

Menurut Hersey dan Blanchard, seperti yang dikutip Tobroni, bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Gibson menambahkan bahwa kepemimpinan itu mempengaruhi memotivasi atau kompetensi individu-individu dalam suatu kelompok.

Ada juga yang mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan memiliki tanggungjawab total terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan organisasi.

Menurut Indrafachrudi, kepemimpinan berarti kemampuan dan kesiapan yang dimiliki seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun menggerakkan orang lain agar ia menerima pengaruh itu selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatu maksud atau tujuan tertentu. Sementara Oteng Sutisna berpandangan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok dalam usaha-usaha ke arah pencapain tujuan dalam situasi tertentu. Dengan demikian setiap usaha untuk mempengaruhi ke arah yang positif maka dapat dipandang sebagai pelaku dalam kepemimpinan.

Sejalan dengan pandangan tersebut, Effendi O.U. menyatakan bahwa pemimpin didefinisikan sebagai seseorang yang secara formal diberi status tertentu untuk melaksanakan, menuntun, mengurus, dan menggunakan cara-cara untuk mencapai suatu hasil atau tujuan, pelakunya ialah "pemimpin", yaitu setiap orang yang mempunyai bawahan dan menggerakkan atau mempengaruhi bawahannya ke arah pencapaian tujuan tertentu. Sejalan dengan itu Cattel menyatakan bahwa pemimpin adalah orang yang menciptakan perubahan yang paling efektif dalam kinerja kelompoknya. Rumusan sederhana dalam Modern Dictionary of Sociology, pemimpin dinyatakan sebagai "seseorang yang menempati peranan sentral atau posisi dominan dan pengaruh dalam suatu kelompok" (a person who occupies a central role or position of dominance and influence in a group).

Dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal, sebagian besar ditentukan oleh pemimpinnya. Oleh karena itu kepemimpinan menjadi pusat perhatian manusia. Kepemimpinan sangat dibutuhkan, karena adanya suatu keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu pada manusia. Di satu pihak manusia terbatas kemampuannya untuk memimpin, di pihak lain ada orang yang mempunyai kelebihan kemampuan untuk memimpin. Di sinilah timbulnya kebutuhan akan pemimpin dan kepemimpinan.

Dari apa yang dikemukakan di atas dapat diperoleh pengertian bahwa kepemimpinan adalah suatu usaha dengan menggunakan jenis pengaruh, seni, otoritas, pendorong dan mengajak orang-orang untuk bekerja dengan antusias dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan. Kepemimpinan pada dasarnya adalah suatu faktor yang harus ada dalam organisasi, sebab suatu organisasi terdiri atas sekelompok orang yang bekerja di bawah pengarahan kepemimpinan bagi pencapaian tujuan yang pasti.

Berkenaan dengan hal tersebut, maka perlu diingat apa yang dikemukakan John D. Millet , yaitu ada empat hal yang penting dalam kepemimpinan antara lain: 1) Kemampuan melihat organisasi secara keseluruhan, 2) Kemampuan mengambil keputusan-keputusan, 3) Kemampuan mendelegasikan wewenang, dan 4) kemampuan menanamkan kesetiaan.

Proses realisasi kepemimpinan sekolah pada umumnya dapat terlihat dalam bentuk kegiatan-kegiatan sebagai berikut. Pertama, mempelopori usaha-usaha kretif dalam kegiatan mendidik dan mengajar. Untuk meningkatkan mutu sekolah sesuai dengan konsepsi-konsepsi serta tuntutan masyarakat modern, maka diperlukan tumbuhnya ide-ide dan cara kretif terutama dari pihak kepala sekolah. Kedua, memberikan sumbangsih yang berarti dalam keberlangsungan sekolah. Dengan kedua kegiatan tersebut, kepemimpinan sekolah akan beruasaha untuk menumbuhkan budaya sekolah secara kreatif.

Dalam perilaku kepemimpinan sekolah dibutuhkan keluasan pengetahuan dan keluwesan budi pekerti. Dua unsur ini sangat memberikan pengaruh terhadap pola kepemimpinan sekolah. Banyak sekolah yang dipimpim seorang yang punya keluasan pengetahuan, tetapi tidak memiliki keluwesan budi pekerti. Akibatnya proses kepemimpinan menjadi otoriter, sentralistis dan seterusnya. Sebaliknya tidak sekolah yang memiliki pemimpin luwes budi pekertinya tetapi tidak luas pandangan dan pengetahuannya maka proses kepemimpinanya menjadi laizzes faire.

Kepemimpinan membutuhkan ilmu perilaku (behavioral science). Artinya seorang pemimpin harus memahami mengenai ilmu psikologi, sosiologi dan antropologi. Dengan ilmu-ilmu perilaku ini diharapkan pemimpin dapat menyadari keberagaman karakter seseorang berbeda-beda. Sehingga pendekatan-pendekatan yang digunakan juga dapat menyentuh persolan dan mampu menyelesaikannya secara cermat.
Gaya atau pola kepemimpinan dalam dapat dikatagorikan menjadi empat hal. Pertama, kepemimpinan otokratis. Pola kepemimpinan ini berasumsi bahwa kewenangan dalam praktek berpusat pada satu pemimpin. Pemimpin ingin bersifat ingin berkuasa dan dalam kondisi yang menegangkan. Pemimpin tidak memberi kebebasan kepada anggotanya untuk turut aktif ambil bagian dalam memutuskan persoalan. Kedua, pola kepemimpinan Laizzes faire. Dalam kepemimpinan ini pemimpin tidak banyak berusaha untuk menjalankan kontrol atau pengaruh terhadap terhadap para anggotanya. Sifat kepemimpinan pada Laizzes faire tidak tanpak, sebab bagi pola demikian ini pemimpin memberikan kebebasan penuh para anggotanya dalam melaksanakan tugasnya, atau secara tidak langusung segala peraturan, kebijaksanaan (policy) suatu institusi berada di tangan anggotanya tanpa dibarengai dengan pengawasan atau pengecekan kembali.

Ketiga, kepemimpinan demokratis. Secara diametral kepemimpinan ini kebalikan dari pola otoriter. Jadi kepemimpinan demokrasi mempertimbangkan keinginan-keinginan dan saran-saran dari para anggota maupun pemimpin. Dalam pola kepemimpinan ini seseorang pemimpin selalu mengikutsertakan anggota dalam mengambil keputusan. Keempat, kepemimpinan pseudu demokratis. Pola kepemimpinan ini menampakkan sifatnya demokratis, tetapi sesungguhnya dibalik itu penuh dengan siasat atau kepentingan-kepentingan. Pola kepemimpin pseudu sering diwarnai dengan manipulasi sehingga apa hendak dicapai dapat terkabulkan.

Kendala yang dihadapi oleh sebagian besar dalam lembaga pendidikan pada saat-saat ini adalah figur kepemimpinan. Banyak lembaga pendidikan hampir mengalami kesulitan mencari pola pemimpin yang benar-benar mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Pemimpin yang dapat menjadikan para guru semangat dalam berdedikasi, memberikan suri tauladan bagi warganya, serta mampu menerjemahkan proyeksi dan cita-cita besar lembaga pendidikannya.

Faktanya sering terjadi konflik intern dalam lembaga pendidikan yang mengakibatkan lembaga sekolah menjadi tidak sehat. Adanya budaya organisasi yang kurang seperti itu mengakibatkan kecenderungan sekolah menjadi tidak berdaya. Kecenderungan budaya kepemimpinan laizzes fair tumbuh di lembaga pendidikan. Gaya kepemimpinan seperti ini memberikan kebebasan kepada personel-personelnya secara leluasa dengan tidak disertai daya kontrol yang kuat. Sehingga hubungan-hubungan yang semestinya menambah kemitraan akhirnya menjadi kurang baik.

Dengan demikian, apa yang menjadi harapan pemimpin sekolah tidak dapat memperoleh hasil yang baik, karena masing-masing personel tidak merasa ada perhatian yang serius. Bahkan kecenderungan pola seperti ini kepemimpinan bisa kehialangan arah dan kontrol. Pemimpin tidak mempunyai konsepsi-konsepsi yang jelas untuk pengembangan sekolah. Pemimpin tidak memiliki berdaya untuk menggerakkan personel-personel secara efektif.

Lebih dari itu, tugas kepemimpinan di sekolah seringkali terbelangkai. Indikasi ini terlihat ketika kepala sekolah sering sibuk dengan tugas-tugas di luar sekolah. Tugas di luar bukan untuk pengembangan sekolah tetapi tugas demi kepentingan lain. Namun tidak sepenuhnya disalahkan, karena pemimpin sekolah jika dilihat dari segi kesejahteraannya masih masih kurang. Sehingga untuk mencari double income memang sebuah kewajiban yang harus ditunaikan. Dengan keadaan seperti ini akhirnya mempengaruhi integritas dan komitmen tidak berjalan sebagaimana semestinya.

Persoalan ini menjadi dilema pola kepemimpinan sekolah. Bahkan sebagian sekolah ada yang tidak memberi gaji kepala sekolah. Akhirnya, sikap acuh terhadap pengembangan mutu para tenaga pendidik dan lingkungan sekolahnya dapat menghambat terjadi kelangsungan pola kepemimpinan yang efektif. Bahkan, tidak ubahnya seperti kepemimpinan simbolik, pemimpin ada tetapi esensinya tidak ada.

Untuk memecahkan permasalahan ini, maka sudah saatnya bagi sekolah-sekolah mencari pola kepemimpinan yang efektif. Artinya kepemimpinan yang dapat dipertimbangkan dari segala segi, baik integritas dan komitmen maupun latarbelakang sosial-ekonomi. Pola kepemimpinan yang diharapkan adalah pemimpin yang memiliki sikap profesionalisme yang tinggi. Barangkali dibutuhkan nilai-nilai kepemimpinan Islam, dan yang dapat menjadi ruh organisasi (sekolah) yaitu seorang yang dapat memegang teguh lembaga secara amanah dan mengembangkan oraganisasi pendidikan itu menjadi kuat. Berikut ini adalah karakteristik kepemimpinan sebagai ruh oraganisasi:

Pertama, seorang pemimpin yang memiliki tanggungjawab yang seimbang. Maksudnya tanggungjawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dan tanggungjawab terhadap orang yang harus melaksanakan pekerjaan tersebut. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa, setiap manusia sesungguhnya pemimpin, dan seorang pemimpin tersebut bertanggungjawab apa yang dipimpinnya.

Kedua, seorang pemimpin harus memiliki kemampuan yang baik. Maksudnya, pemimpin yang baik adalah seorang yang mempunyai kemampuan dan ide-ide/gagasan yang cemerlang guna meningkatkan kualitas lembaga/organisasi. Dalam sebuah hadits juga disitir, bahwa jika suatu urusan diserahkan pada seseorang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya. Pemimpin dipilih berdasarkan prestasi dan kemampuan khusus tertentu yang sangat dibutuhkan untuk memimpin sebuah lembaga.

Ketiga, seorang pemimpin harus memiliki ketrampilan komunikasi yang baik. Pemimpin yang berkualitas harus bisa menyampaikan pikirannya secara jelas dengan menggunakan komunikasi yang tepat dan efektif. Banyak ayat al-Qur'an yang menyinggung mengenai pentinggnya menggunakan bahasa, tentang qaulan karimah (perkataan yang mulia) qaulan baligha (perkataan yang sampai), dan seterusnya. Pemimpin yang sukses ialah pemimpin yang dapat menggunakan ketrampilan komunikasi dan pengaruhnya untuk meyakinkan orang lain akan sudut pandangnya serta mengarahkan mereka pada tanggungjawab total terhadap pandangannya.

Dari ketiga karakteristik di atas, maka nilai-nilai kepemimpinan dapat diukur melalui indikator sebagai berikut:

1. Pemimpin menentukan dan mengungkapkan misi organisasi secara jelas.
2. Pemimpin menetapkan tujuan, perioritas dan standar
3. Pemimpin lebih memandang kepemimpinan sebagai tanggungjawab daripada suatu hak istimewa dari suatu kedudukan.
4. Pemimpin bekerja dengan orang-orang yang berpengetahuan dan tangguh, serta memberikan kontribusi kepada organisasi.
5. Pemimpin memperoleh kepercayaan, respek dan integritas.

Melalui lima nilai-nilai kepemimpinan di atas, maka dalam organisasi pendidikan Islam paling tidak ada lima hal yang urgent untuk sikapi, yaitu: pertama, pemimpin merupakan murabbi (pendidik/contoh/suri tauladan). Artinya pemimpin harus peduli dan mampu "mengemong" orang-orang yang dipimpinnya. Kedua, pemimpin pengilham, artinya seorang yang memberdayakan, mencerahkan, mengkayakan serta mensejahterakan orang yang dipimpin. Ketiga, pemimpin sebagai pemakmur. Artinya seorang yang berlomba-lomba untuk kebajikan, serta bersungguh-sungguh dijalan kebenaran sehingga dapat memakmurkan orang-orang yang dipimpinnya. Keempat, pemimpin sebagai entrepreneur. Seorang pemimpin harus memiliki jiwa inovastif serta mampu mecari peluang-pelung yang dapat memajukan sebuah oraganisasinya. Kelima, pemimpin sebagai pemberdaya. Yaitu seorang pemimpin yang mampu melahirkan regenerasi (leader) untuk kelangsungan sebuah organisasi/lembaga.
*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

No comments:

Post a Comment