Manusia
sebagai Makhluk Berpikir
Berbeda dengan makhluk lain, manusia mempunyai ciri istimewa,yaitu
kemampuan berpikir yang ada dalam satu struktur dengan perasaan dan kehendaknya
(yang sering disebut sebagi makhluk yang berkesadaran). Apa yang dipikirkan ?
Mengapa manusia harus berpikir ? Bagaimana pemikiran yaitu? Untuk apa ia harus
berpikir sedemikian itu ?
Begitu kompleknya masalah hidup dan kehidupan manusia, sehingga
setiap orang senantiasa wajib berpikir dan berpikir terus mencari jalan keluar
dan menjalankannya secara konsisten agar tercapai tujuan hidupnya. Untuk itu
manusia selalu berusaha meningkatkan kualitas pemikirannya, dari yang mistis-religius menuju ke ontologis-kefilsafatan, sampai kepada taraf
yang paling konkret-fungsional.
Pemikiran yang mistis-religius (yang berarti juga pemikiran
reseptif) adalah menerima segala sesuatu sebagi kodrat Tuhan, yang manusia
tidak mungkin dan tidak perlu mengubahnya.
Sedangkan pemikiran konkret-fungsional (teknologis)
bermakna bahwa dalam pemikiran itu mengandung suatu terobosan baru berupa
kreativitas penciptaan teknologi yang sedemikian rupa sehingga orang tidak
harus mengikuti hukum alam, melainkan justru bagaimana hukum alam itu bisa
dilampaui. Pemikiran yang teknologis dan fungsional ini sudah berkembang sampai
ke taraf sosial budaya. Jalinan hubungan dengan sesama manusia telah berubah
menjadi praktis, pragmatis dan serba terbatas menurut tingkat keperluan
minimal. Nilai kegunaan bagi diri pribadi sudah sering menjadi ukuran utama.
Masyarakat sudah tidak dipandang sebagai tujuan,melainkan alat bagi
tujuan-tujuan individual. Oleh karena itu berbagai rekayasa sistem sosial
dikembangkan secara radikal demi kemudahan tercapainya tujuan individual
tersebut. Masyarakat dirombak, dibangun,dikendalikan dan dipacu kearah berbagai
produktivitas yang bermanfaat secara praktis dan pragmatis. Bahkan terhadap
Tuhan, bagaimana manusia harus menjalin hubungan, juga diwarnai oleh pemikiran
teknologis-fungsional ini.Ibadah bukan lagi dilakukan karena panggilan hati
nurani, melainkan karena perhitungan-perhitungan rasional. Agama tidak lagi
tumbuh dan berkembang di dan dari dalam hati, melainkan sebagai dekorasi badan
agar orang lain selalu menghormati dirinya.
Dengan demikian perkembangan pemikiran manusia yang semakin
fungsional-teknologis itu sudah mulai memperlihatkan bahya-bahayanya. Dari
sekarang, manusia seharusnya mulai sadar (hal ini sudah terasa) bahwa
pemikiran-pemikiran mitologis-keagamaan dan ontologis-kefilsafatan bukannya
sama sekali tidak berguna, melainkan perlu pertimbangan nilai-nilai minimalnya
sehingga mampu meluruskan pembelokan-pembelokan pemikiran yang
fungsional-teknologis itu. Sebenarnya ketiga corak pemikiran itu ada bersama-sama
dalam suatu sistem watak dinamika pemikiran manusia. Karena ketiga corak
pemikiran itu berada dalam hubungan
sebab akibat, maka tidaklah mungkin suatu sebab tanpa akibat tertentu
dan suatu akibat tanpa sebab tertentu.
Tujuan langsung adalah tujuan yang harus dipenuhi selama hidup
didunia. Menurut perkembangan hidup manusia, memang tujuan ini hanya
bisadipenuhi dengan cara melaksanakan teori-teori pemikiran yang
fungsional-teknologis. Hal ini disebabkan karena perkembangan jumlah manusia
sudahtidak lagi sebanding. Tetapi jika cara berpikir ini dibiarkan
berkembang,manusia hanya akan mengejar tercapainya tujuan hidup duniawi
belaka.Padahal tujuan hidup duniawi adalah awal dari tujuan hidup ukhrawi
(tidaklangsung). Agar tujuan langsung ini berkesinambungan dengan tujuan tak
langsung, maka nilai-nilai yang terkandung di dalamnya baik pemikiran
mitologis-keagamaan dan ontologis-kefilsafatan perlu dihidupkan
kembali.Meskipun tujuan tak langsung ini sulit untuk ditentukan materi dan
bentuknya,tetapi sifatnya yang ke-Ilahi-an itu membuat tingkah laku manusia di
dunia inimenjadi bersifat normatif ke-Ilahi-an dan kefilsafatan.
No comments:
Post a Comment