31
Oct 2011
Memperingati Hari Sumpah Pemuda
tahun ini Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (JBSI) menyelenggarakan Bulan
Bahasa di Auditorium Prof. Dr. Leo Idra Adriana, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS)
pada (27/10). Sastrawan senior yang juga dosen di Unesa, Prof. Budi Darma,
Ph.D. bertindak sebagai pemateri pada seminar nasional bertema
"Perkembangan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Pengajarannya dalam Peta
Perkembangan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya di Tingkat Global".
Budi Darma yang mantan Rektor
IKIP Surabaya (sekarang: Unesa, red.) itu berbicara tentang bagaimana sastra
Indonesia dihadapkan dengan sastra dunia. Menurutnya, karya yang diciptakan oleh
pengarang Indonesia tidak kalah hebatnya dengan karya-karya di luar negeri.
Para pengarang seperti Hamzah dan Pramoedya Ananta Toer misalnya, mereka dapat
melahirkan karya sastra yang diakui dunia hingga mendapat penghargaan
internasional di bidang sastra. Hal semacam itu bisa terus terjadi bila
pengarang Indonesia mau berkiprah tidak hanya di negerinya sendiri dan dapat
terus mengeksplorasi kemampuan yang dimilikinya. Fenomena yang terjadi
sekarang, banyak para pengarang yang berpindah atau migran dari daerahnya ke
daerah lain kemudian sukses dengan karyanya. "Sastrawan kulit putih
sekarang runtuh. Kini, sastra yang menonjol adalah sastra orang migran,"
tambah Budi Darma.
Di sisi lain, jika mengingat
sejarahnya, potensi bahasa Indonesia untuk terus dikembangkan hingga tingkat
dunia makin besar. Hal itu seperti yang dikatakan Dr. Kusubakti Andajani, dosen
Universitas Negeri Malang (UM). "Bahasa Indonesia yang semula berasal dari
bahasa Melayu dengan jumlah penutur yang sedikit, yakni 4,9 % ketika itu dapat
menjadi bahasa persatuan, sekaligus bahasa nasional dan bahasa resmi bangsa
Indonesia. Kini, bahasa Indonesia menjadi bahasa favorit. Tidak hanya diajarkan
di dalam negeri, namun juga di luar negeri, seperti di Australia. Bahkan bahasa
Indonesia menjadi mata pelajaran favorit di Australia. Selain itu, bahasa
Indonesia telah diusulkan untuk menjadi bahasa resmi dan bahasa kerjasama di
tingkat Asean (Association of Southeast Asian Nations).
Memahami potensi itu, maka
perlu diperhatikan bagaimana pembelajaran bahasa Indonesia Dr. Suyatno, M.Pd.,
dosen JBSI menghimbau agar pembelajaran bahasa Indonesia tidak memakai model
klasik. "Model klasik sudah tidak cocok lagi dengan zaman sekarang. Model
pembelajaran yang sesuai dan tepat digunakan saat ini adalah model
kontsruktivisme atau fungsional. Hal itu perlu dilakukan agar bahasa dan sastra
Indonesia dapat lebih berkembang sampai di tingkat global. Untuk itu sudah
menjadi kewajiban dan tanggung jawab para pemuda dan segenap lapisan masyarakat
untuk menyadari dan ikut serta berperan aktif memajukan bahasa dan sastra
Indonesia," ucapnya. (Rizka Amalia_Humas Unesa)
Sumber:www.unesa.ac.id
No comments:
Post a Comment